Selasa, 09 Desember 2014

No Death, No Fear


Oleh : Thich Nhat Hanh
“Sejak awal mula Anda telah bebas. Kelahiran dan kematian ibarat permainan petak umpet. Anda tidak pernah dilahirkan dan anda tidak pernah mati. Penderitaan terbesar yang kita alami disebabkan oleh pikiran kita tentang datang dan pergi”
Kata kata inilah yang dituliskan oleh Thich Nhat Hanh dalam bukunya No death, no fear. Sebuah buku yang memperluas pemahaman kita tentang ketiadaan kelahiran dan kematian. Ketakutan terbesar manusia adalah saat mati, kita menjadi tiada. Banyak orang percaya bahwa keberadaan kita hanyalah suatu masa hidup yang dimulai ketika kita lahir dan berakhir ketika kita mati. Kita percaya bahwa kita dilahirkan dari tiada sehingga dipenuhi ketakutan bahwa kita akan binasa.
Buddha memiliki pemahaman yang sangat berbeda tentang keberadaan kita. Bahwa kelahiran dan kematian hanyalah sebentuk gagasan atau pikiran. Hal itu tidak nyata. Keyakinan kita bahwa hal itu nyatalah yang membuatnya menjadi ilusi yang sangat kuat dan membuat kita menderita. Tidak ada kelahiran, tidak ada kematian; tidak ada datang, tidak ada pergi; tidak ada sama, tidak ada berbeda; tidak ada diri permanen, tidak ada kebinasaan. Kita hanya mengira hal itu ada. Ketika kita memahami bahwa kita tidak dapat binasa, kita terbebas dari ketakutan. Ini menghasilkan suatu kelegaan besar. Kita bisa menikmati hidup dan menghargainya dengan sudut pandang yang baru.
Jika kita terperangkap dalam suatu gagasan dan menganggapnya sebagai “kebenaran”, kita kehilangan kesempatan untuk mengetahui kebenaran. Sekalipun kebenaran itu datang dalam bentuk apapun. Kita tetap tidak mau membuka pikiran. Jadi jika kita tetap berpegang teguh  pada  sebuah gagasan tentang kebenaran atau gagasan tentang keadaan yang diperlukan bagi kebahagiaan kita, berhati hatilah. Dunia kita menderita karena terlalu banyak sikap dogmatis. Kita harus melatih diri kita terbebas dari cara pandang tertentu, kebebasan adalah lepas dari konsep dan pikiran kita. Jika kita terperangkap dalam konsep dan pikiran kita,  kita bisa membuat diri kita sendiri menderita dan kita juga bisa membuat orang orang yang kita kasihi menderita.
Tiada datang, tiada pergi
Penderitaan terbesar kita disebabkan oleh konsep kita tentang datang dan pergi. Kita mengira orang yang kita kasihi datang pada kita dari suatu tempat dan sekarang telah pergi ke tempat lain. Tetapi keadaan dasarnya sebetulnya adalah tiada datang, tiada pergi. Kita tidak datang dari suatu tempat, kita tidak akan pergi kemanapun. Ketika keadaan memungkinkan kita bermanifestasi. Ketika keadaan tidak memungkinkan kita tidak lagi bermanifestasi. Ini tidak berarti kita tidak ada. Seperti halnya sinyal radio tanpa radio, kita tidak bermanifestasi.
Peristiwa kelahiran dan kematian hanyalah manifestasi. Seperti halnya kita melihat hujan, air sungai, laut dan awan. Kita melihatnya sebagai hal yang terpisah, padahal itu adalah hal yang sama yang bermanifestasi menjadi hujan, awan, sungai dan laut. Kita telah ada sebelum kita dilahirkan. Jadi kita tidak harus menyebutnya kelahiran. Itu hanyalah suatu manifestasi, dengan melihat peristiwa itu dalam konteks manifestasi, kita memiliki satu kesempatan untuk menatap secara mendalam diri kita. Kita dapat menemukan kebenaran tentang kekekalan atau keadaan tidak mati. Kita dapat menemukan kebenaran kodrat sejati kita yang tiada kelahiran dan tiada kematian.
Menghargai manifestasi kita
Kita juga melihat bahwa tubuh kita adalah  sumber dari generasi masa depan kita. Kita tidak boleh merusak tubuh kita, karena hal itu tidak baik bagi keturunan kita. Kita tidak mengkonsumsi narkoba dan kita tidak makan minum sesuatu yang beracun atau membahayakan tubuh kita. Pemahaman kita tentang manifestasi membantu kita untuk hidup sehat melalui kejernihan dan tanggung jawab.
Kita terperangkap dalam gagasan, terutama gagasan tentang datang dan pergi serta ada dan tiada. Hanya jika kita membebaskan diri dari semua gagasan itu, maka realitas akan bermanifestasi, realitas nirwana. Ketika semua gagasan tentang ada atau tiada dimatikan, maka realitas akan bermanifestasi dengan sendirinya.
Tidak ada yang lebih berharga daripada pengalaman
Jika seseorang belum pernah makan durian, seberapapun besarnya usaha kita untuk menjelaskan dengan gambar atau perumpamaan, kita tidak akan dapat memaparkan realitas buah itu pada orang tersebut. Kita hanya dapat melakukan satu hal : memberinya pengalaman langsung. Kita tidak dapat berkata, “Durian itu mirip mirip nangka atau mangga”. Kita tidak  berhasil menjelaskan pengalaman apapun tentang durian. Durian melampaui semua konsep dan pikiran. Nirwana pun demikian; itulah realitas yangmelampaui gagasan. Itulah sebabnya jika  kita memiliki gagasan tentang nirwana, kita menderita. Pengalaman langsung adalah satu satunya cara. Jika kita teperangkap pada konsep nirwana, artinya, kita belum menyentuh nirwana sama sekali.
Dimensi historis dan dimensi ilahi
Dimensi ilahi dari nirwana tidak dapat dipisahkan dari dimensi historis. Ketika kita menyentuh dimensi historis secara mendalam, kita juga dapat menyentuh dimensi Ilahi. Kita menatap realitas dalam kehidupansehari hari melaui dimensi historis, tetapi juga dapat melihat realitas yang sama dalam dimensi ilahi. Realitas dapat dimanifestasikan dalam dimensi historis, atau dapat juga dimanifestasikan dalam dimensi ilahi. Kita pun demikian. Kita memiliki berbagai urusan harian dan historis, tetapi kita masing masing juga memiliki urusan yang bersifat ilahi.
Dalam dimensi historis, kita melukiskan gelombang dengan istilah tinggi rendah,kuat lemah, lebih indah kurang indah. Kita juga melukiskan dalam istilah awal dan akhir, lahir dan mati. Tetapi dengan menatap secara mendalam kita dapat melihat bahwa gelombang itu pada saat yang sama adalah juga air. Air terbebas dari urusan lahir dan matinya gelombang. Terbebas dari ukuran tinggi dan rendah, lebih indah dan kurang indah. Sejauh pembicaraan itu berkaitan dengan air, semua konsep tersebut tidak bermanfaat.
Jati diri kita adalah tiada kelahiran dan tiada kematian. Kita tidak harus pergi kemanapun agar dapat bertemu jati diri kita. Gelombang tidak harus mencari air karena ia adalah air. Kita tidak harus mencari Tuhan, kita tidak harus mencari dimensi ilahi atau nirwana kita, karena kita sendiri adalah nirwana, kita sendiri adalah Tuhan.
Jika kita takut terhadap kematian, itu karena kita belum memahami bahwa segala sesuatu tidak benar benar mati. Ketika kita memahami bahwa kita adalah  segalanya, ketakutan kita mulai hilang. Kita telah terhubung secara mendalam dengan dimensi ruang dan waktu. Tetapi untuk benar benar terbebas dari ketakutan , kita harus menatap secara mendalam pada dimensi terdalam tentang tiada kelahiran, tiada kematian. Kita harus membebaskan diri dari pikiran bahwa kita adalah tubuh kita, dan bahwa kita mati. Disinilah kita akan menemukan tempat dimana tidak ada ketakutan.
Tubuh ini  hanyalah suatu manifestasi, seperti awan. Ketika awan bukan awan lagi, ia tidak hilang. Ia tidak menjadi kosong; ia tela berubah; ia berubah menjadi hujan. Karenanya kita tidak perlu mengidentifikasikan diri kita dengan tubuh kita. Tubuh ini bukan saya. Saya tidak terperangkap di dalam tubuh ini. Saya hidup tanpa batas.
Penutup
Besar peluang kita untuk hidup berbahagia dan meninggal dengan damai. Kita bisa melakukannya dengan cara menyadari bahwa kita melanjutkan manifestasi dalam bentuk lain. Kita juga dapat membantu orang lain meninggal dengan damai jika kita memiliki unsur keutuhan dan ketidaktakutan dalam diri kita. Begitu banyak dari kita yang takut menjadi tiada. Karena ketakutan ini, kita sangat menderita. Itulah sebabnya realitas bahwa kita adalah manifestasi dan kelanjutan dari banyak manifestasi,  harus disampaikan pada orang yang menjelang ajal, kata Thich Nhat Hanh. Kita tidak terpengaruh oleh ketakutan akan kelahiran dan kematian karena kita memahami bahwa semua itu hanyalah pikiran. Inilah pemahaman penting yang dapat membebaskan kita dari ketakutan.
Buddha mengajarkan bahwa kita tidak perlu menerima ajaran apapun sebagai suatu kebenaran hanya karena seorang guru terkenal mengajarkannya atau karena ajaran itu terdapat dalam kitab kitab suci. Ini juga berlaku terhadapa ajaran Buddha. Kita hanya bisa menerima ajaran hanya jika ajaran itu  telah kita terapkan melalui pemahaman kita yang sudah terbangkitkan, dan ajaran itu bisa kita lihat sebagai suatu kebenaran atas dasar pengalaman kita sendiri. Kodrat sejati kita adalah kodrat tanpa kelahiran dan tanpa kematian.

Buku ini memperluas pemahaman kita tentang ada dan tiada, semua adalah manifestasi yaitu suatu keadaan yang selalu berubah. Meskipun buku ini lebih banyak memberi sudut pandang dari ajaran Buddha, tetapi kita bisa melihat sudut pandang ini dalam realitas  kehidupan kita, kita melihat alam ini yang selalu berubah, bermanifestasi. Tidak ada yang hilang atau musnah di alam ini, semuanya bermanifestasi, berubah bentuk. Ilmu pengetahuan juga telah menyepakati mengenai hukum kekekalan energi, tidak ada yang musnah hanya berubah wujud, bermanifestasi.





RIP : Ni Ketut Rencong 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar