“Sejak awal mula Anda telah bebas.
Kelahiran dan kematian ibarat permainan petak umpet. Anda tidak pernah
dilahirkan dan anda tidak pernah mati. Penderitaan terbesar yang kita alami
disebabkan oleh pikiran kita tentang datang dan pergi”
Kata kata inilah yang dituliskan
oleh Thich Nhat Hanh dalam bukunya No death, no fear. Sebuah buku yang
memperluas pemahaman kita tentang ketiadaan kelahiran dan kematian. Ketakutan
terbesar manusia adalah saat mati, kita menjadi tiada. Banyak orang percaya
bahwa keberadaan kita hanyalah suatu masa hidup yang dimulai ketika kita lahir
dan berakhir ketika kita mati. Kita percaya bahwa kita dilahirkan dari tiada
sehingga dipenuhi ketakutan bahwa kita akan binasa.
Buddha memiliki pemahaman yang
sangat berbeda tentang keberadaan kita. Bahwa kelahiran dan kematian hanyalah
sebentuk gagasan atau pikiran. Hal itu tidak nyata. Keyakinan kita bahwa hal
itu nyatalah yang membuatnya menjadi ilusi yang sangat kuat dan membuat kita
menderita. Tidak ada kelahiran, tidak ada kematian; tidak ada datang, tidak ada
pergi; tidak ada sama, tidak ada berbeda; tidak ada diri permanen, tidak ada
kebinasaan. Kita hanya mengira hal itu ada. Ketika kita memahami bahwa kita
tidak dapat binasa, kita terbebas dari ketakutan. Ini menghasilkan suatu
kelegaan besar. Kita bisa menikmati hidup dan menghargainya dengan sudut
pandang yang baru.
Jika kita terperangkap dalam suatu
gagasan dan menganggapnya sebagai “kebenaran”, kita kehilangan kesempatan untuk
mengetahui kebenaran. Sekalipun kebenaran itu datang dalam bentuk apapun. Kita
tetap tidak mau membuka pikiran. Jadi jika kita tetap berpegang teguh
pada sebuah gagasan tentang kebenaran atau gagasan tentang keadaan yang
diperlukan bagi kebahagiaan kita, berhati hatilah. Dunia kita menderita karena
terlalu banyak sikap dogmatis. Kita harus melatih diri kita terbebas dari cara
pandang tertentu, kebebasan adalah lepas dari konsep dan pikiran kita. Jika
kita terperangkap dalam konsep dan pikiran kita, kita bisa membuat diri
kita sendiri menderita dan kita juga bisa membuat orang orang yang kita kasihi
menderita.
Tiada datang, tiada pergi
Penderitaan terbesar kita disebabkan
oleh konsep kita tentang datang dan pergi. Kita mengira orang yang kita kasihi
datang pada kita dari suatu tempat dan sekarang telah pergi ke tempat lain.
Tetapi keadaan dasarnya sebetulnya adalah tiada datang, tiada pergi. Kita tidak
datang dari suatu tempat, kita tidak akan pergi kemanapun. Ketika keadaan
memungkinkan kita bermanifestasi. Ketika keadaan tidak memungkinkan kita tidak
lagi bermanifestasi. Ini tidak berarti kita tidak ada. Seperti halnya sinyal
radio tanpa radio, kita tidak bermanifestasi.
Peristiwa kelahiran dan kematian
hanyalah manifestasi. Seperti halnya kita melihat hujan, air sungai, laut dan
awan. Kita melihatnya sebagai hal yang terpisah, padahal itu adalah hal yang
sama yang bermanifestasi menjadi hujan, awan, sungai dan laut. Kita telah ada
sebelum kita dilahirkan. Jadi kita tidak harus menyebutnya kelahiran. Itu
hanyalah suatu manifestasi, dengan melihat peristiwa itu dalam konteks
manifestasi, kita memiliki satu kesempatan untuk menatap secara mendalam diri
kita. Kita dapat menemukan kebenaran tentang kekekalan atau keadaan tidak mati.
Kita dapat menemukan kebenaran kodrat sejati kita yang tiada kelahiran dan
tiada kematian.
Menghargai manifestasi kita
Kita juga melihat bahwa tubuh kita
adalah sumber dari generasi masa depan kita. Kita tidak boleh merusak
tubuh kita, karena hal itu tidak baik bagi keturunan kita. Kita tidak
mengkonsumsi narkoba dan kita tidak makan minum sesuatu yang beracun atau
membahayakan tubuh kita. Pemahaman kita tentang manifestasi membantu kita untuk
hidup sehat melalui kejernihan dan tanggung jawab.
Kita terperangkap dalam gagasan,
terutama gagasan tentang datang dan pergi serta ada dan tiada. Hanya jika kita
membebaskan diri dari semua gagasan itu, maka realitas akan bermanifestasi,
realitas nirwana. Ketika semua gagasan tentang ada atau tiada dimatikan, maka
realitas akan bermanifestasi dengan sendirinya.
Tidak ada yang lebih berharga
daripada pengalaman
Jika seseorang belum pernah makan
durian, seberapapun besarnya usaha kita untuk menjelaskan dengan gambar atau
perumpamaan, kita tidak akan dapat memaparkan realitas buah itu pada orang
tersebut. Kita hanya dapat melakukan satu hal : memberinya pengalaman langsung.
Kita tidak dapat berkata, “Durian itu mirip mirip nangka atau mangga”. Kita
tidak berhasil menjelaskan pengalaman apapun tentang durian. Durian
melampaui semua konsep dan pikiran. Nirwana pun demikian; itulah realitas
yangmelampaui gagasan. Itulah sebabnya jika kita memiliki gagasan tentang
nirwana, kita menderita. Pengalaman langsung adalah satu satunya cara. Jika
kita teperangkap pada konsep nirwana, artinya, kita belum menyentuh nirwana
sama sekali.
Dimensi historis dan dimensi ilahi
Dimensi ilahi dari nirwana tidak
dapat dipisahkan dari dimensi historis. Ketika kita menyentuh dimensi historis
secara mendalam, kita juga dapat menyentuh dimensi Ilahi. Kita menatap realitas
dalam kehidupansehari hari melaui dimensi historis, tetapi juga dapat melihat
realitas yang sama dalam dimensi ilahi. Realitas dapat dimanifestasikan dalam
dimensi historis, atau dapat juga dimanifestasikan dalam dimensi ilahi. Kita
pun demikian. Kita memiliki berbagai urusan harian dan historis, tetapi kita
masing masing juga memiliki urusan yang bersifat ilahi.
Dalam dimensi historis, kita melukiskan
gelombang dengan istilah tinggi rendah,kuat lemah, lebih indah kurang indah.
Kita juga melukiskan dalam istilah awal dan akhir, lahir dan mati. Tetapi
dengan menatap secara mendalam kita dapat melihat bahwa gelombang itu pada saat
yang sama adalah juga air. Air terbebas dari urusan lahir dan matinya
gelombang. Terbebas dari ukuran tinggi dan rendah, lebih indah dan kurang
indah. Sejauh pembicaraan itu berkaitan dengan air, semua konsep tersebut tidak
bermanfaat.
Jati diri kita adalah tiada
kelahiran dan tiada kematian. Kita tidak harus pergi kemanapun agar dapat
bertemu jati diri kita. Gelombang tidak harus mencari air karena ia adalah air.
Kita tidak harus mencari Tuhan, kita tidak harus mencari dimensi ilahi atau
nirwana kita, karena kita sendiri adalah nirwana, kita sendiri adalah Tuhan.
Jika kita takut terhadap kematian,
itu karena kita belum memahami bahwa segala sesuatu tidak benar benar mati.
Ketika kita memahami bahwa kita adalah segalanya, ketakutan kita mulai
hilang. Kita telah terhubung secara mendalam dengan dimensi ruang dan waktu.
Tetapi untuk benar benar terbebas dari ketakutan , kita harus menatap secara
mendalam pada dimensi terdalam tentang tiada kelahiran, tiada kematian. Kita
harus membebaskan diri dari pikiran bahwa kita adalah tubuh kita, dan bahwa
kita mati. Disinilah kita akan menemukan tempat dimana tidak ada ketakutan.
Tubuh ini hanyalah suatu
manifestasi, seperti awan. Ketika awan bukan awan lagi, ia tidak hilang. Ia
tidak menjadi kosong; ia tela berubah; ia berubah menjadi hujan. Karenanya kita
tidak perlu mengidentifikasikan diri kita dengan tubuh kita. Tubuh ini bukan
saya. Saya tidak terperangkap di dalam tubuh ini. Saya hidup tanpa batas.
Penutup
Besar peluang kita untuk hidup
berbahagia dan meninggal dengan damai. Kita bisa melakukannya dengan cara
menyadari bahwa kita melanjutkan manifestasi dalam bentuk lain. Kita juga dapat
membantu orang lain meninggal dengan damai jika kita memiliki unsur keutuhan
dan ketidaktakutan dalam diri kita. Begitu banyak dari kita yang takut menjadi
tiada. Karena ketakutan ini, kita sangat menderita. Itulah sebabnya realitas
bahwa kita adalah manifestasi dan kelanjutan dari banyak manifestasi,
harus disampaikan pada orang yang menjelang ajal, kata Thich Nhat Hanh. Kita
tidak terpengaruh oleh ketakutan akan kelahiran dan kematian karena kita
memahami bahwa semua itu hanyalah pikiran. Inilah pemahaman penting yang dapat
membebaskan kita dari ketakutan.
Buddha mengajarkan bahwa kita tidak
perlu menerima ajaran apapun sebagai suatu kebenaran hanya karena seorang guru
terkenal mengajarkannya atau karena ajaran itu terdapat dalam kitab kitab suci.
Ini juga berlaku terhadapa ajaran Buddha. Kita hanya bisa menerima ajaran hanya
jika ajaran itu telah kita terapkan melalui pemahaman kita yang sudah terbangkitkan,
dan ajaran itu bisa kita lihat sebagai suatu kebenaran atas dasar pengalaman
kita sendiri. Kodrat sejati kita adalah kodrat tanpa kelahiran dan tanpa
kematian.
Buku ini memperluas pemahaman kita
tentang ada dan tiada, semua adalah manifestasi yaitu suatu keadaan yang selalu
berubah. Meskipun buku ini lebih banyak memberi sudut pandang dari ajaran
Buddha, tetapi kita bisa melihat sudut pandang ini dalam realitas
kehidupan kita, kita melihat alam ini yang selalu berubah, bermanifestasi. Tidak
ada yang hilang atau musnah di alam ini, semuanya bermanifestasi, berubah
bentuk. Ilmu pengetahuan juga telah menyepakati mengenai hukum kekekalan
energi, tidak ada yang musnah hanya berubah wujud, bermanifestasi.
RIP : Ni Ketut Rencong 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar